Menurut International IDEA (Lembar Kebijakan, Desember 2011) penggunaan IT dalam proses pemungutan, penghitungan, dan rekapitulasi suara sudah dilaksanakan di beberapa negara yang telah melaksanakan pemilu secara demokratis. Penerapan pemilihan dengan mesin dan internet biasanya pada awalnya dilaksanakan di negara-negara yang kecil, negara maju, dan bebas dari konflik. Banyak negara saat ini sedang mempertimbangkan untuk memperkenalkan dan menerapkan teknologi dalam proses pemungutan suara (E-Voting), penghitungan suara (E-Counting) dan rekapitulasi suara (E-Recap). Tujuan dari menerapkan dari IT tersebut untuk meningkatkan kualitas pemilu. E-Voting, E-Counting, dan E-Recap sering dilihat sebagai alat untuk memajukan demokrasi, membangun kepercayaan terhadap penyelenggara pemilu, dan meningkatkan kredibilitas hasil pemilu, dan meningkatkan efisiensi proses pemilu secara keseluruhan.
Penerapan E-Voting dan E-Counting di India
India memulai mengenalkan teknologi dalam proses pemungutan suara (E-Voting) sejak tahun 1990 dengan cara melakukan uji coba pada pemilihan umum lokal di beberapa negara bagian. Penggunaan E-Voting secara resmi dilakukan pada tahun 1998 untuk memilih anggota DPR di negara bagian Kerala.Kemudian pada tahun 2004 E-Voting diselenggarakan secara nasional. Sejak pemilu 2004 tersebut India secara konsisten dan berkelanjutan, baik untuk pemilu lokal maupun pemilu nasional di seluruh wilayah India, menerapkan e-voting. Teknologi E-Voting yang digunakan oleh India dikenal dengan Electronic Voting Machine (EVM) yaitu seperangkat mesin komputer yang sederhana yang merekam pilihan pemilih tanpa menggunakan surat/kertas suara. EVM ini ditempatkan di setiap TPS. EVM yang digunakan India saat ini (Pemilu 2014) adalah EVM generasi ketiga yaitu EVM yang mengggunakan alat bukti kertas untuk setiap pemilih yang telah menggunakan hak pilihnya (VVPAT – the Voter Verified Paper Trail Audit). Penggunaaan EVM dengan VVPAT ini dilakukan sebagai jawaban atas kritik masyarakat bahwa EVM tidak transparan dan tidak bisa di audit atas setiap pilihan pemilih.
Mesin E-Voting ini terdiri dari dua bagian/unit yang terhubung satu sama lain. Unit pertama adalah unit kontrol (control unit) yang digunakan oleh petugas pelaksana pemilihan. Unit kedua adalah unit pemungutan suara (balloting unit) yang digunakan oleh pemilih untuk menentukan pilihannya di bilik suara. Di bilik suara, pemilih menentukan pilihannya dengan cara menekan tombol yang tertera nama kandidat dan logo partai politik. Di bawah adalah gambar EVM yang digunakan di India.
EVM India |
Kelemahan dari EVM ini adalah mesin ini adalah memiliki keterbatasan dalam merekam jumlah kandidat/calon yang ditampilkan pada layar balloting unit. Jika di satu daerah pemilihan terdapat jumlah calon yang melebihi batas kemampuan rekam EVM, maka harus menggunakan 2 perangkat mesin EVM, Setelah pemungutan suara dengan EVM selesai, petugas pemungutan suara membawa mesin EVM ini ke tempat penghitungan suara. Mesin EVM di setiap TPS menghitung secara otomatis perolehan masing-masing kandidat. Hasil dari rekapitulasi penghitungan suara pemilu di India biasanya akan diketahui 3 sampai dengan 4 hari.
Penerapan mesin E-voting di India tidak berarti nir-kritik atau penolakan dari pihak-pihak yang memiliki kepentingan terhadap pemilu. Di India, kekhawatiran akan terjadinya kecurangan pemilu di dalam mesin EVM juga terjadi. Kekhawatiran ini tidak hanya terjadi pada masyarakat awam saja, akan tetapi juga para politisi, ilmuwan, dan praktisi teknologi di India. EVM di India dinilai menegasikan pemilih penyandang disabilitas tuna netra karena dalam mesin tersebut tidak menyediakan huruf braile. Persoalan reliabilitas dan ketidakpercayaan terhadap EVM menjadi faktor utama penolakan atas EVM di India. Selain itu, persoalan legalitas dari E-Voting dengan mesin EVM ini juga mengemuka. EVM di India dianggap sebagian politisi sebagai inkonstitutional karena tidak dilandasi dengan dasar hukum yang kuat. Di dalam amendemen Pemilu di India mengatakan bahwa E-Voting “dapat” diadopsi dengan memperhatikan masing-masing kasus.
Penerapan E-Voting dan E-Counting di Belanda
Belanda memulai memanfaatkan IT dalam proses pemungutan dan penghitungan suara pada tahuan 1950an ketika pemerintah Belanda memiliki ketertarikan terhadap pemakaian mesin pemungutan suara di Amerika Serikat. Pada tahun 1965 Pemerintah Belanda mengeluarkan semacam undang-undang yaitu The Electronic Act, sebuah aturan perundang-undangan yang memberikan peluang untuk menggunakan mesin elektronik dalam pemilihan umum, Untuk undang-undang yang mengatur pemilu secara tersendiri terdapat sebuah undang-undang khusus pemilu, yaitu The Dutch Election Act. Akan tetapi, saran dari penyelenggara pemilu Belanda kepada kementerian dan pihak terkait tidak mendapatkan respon yang baik karena dianggap bukan sebagai sebuah prioritas. Pada bulan Maret 2003, Komisi Pemilu mengirim surat kepada kementrian terkait yang menceritakan secara detail kesalahan di dalam aplikasi/software tabulasi suara yang ditemukan selama pemilu 2002 dan 2003.Pemilu Belanda pertama kali menggunakan mesin/teknologi dalam proses pemungutan suara adalah pada bulan Maret 2006, itupun dilakukan pada pemilihan tingkat municipality (tingkat kota). Pemilihan tingkat kota ini diselenggarakan setiap 4 tahun sekali dengan tujuan memilih anggota DPRD tingkat kota. Pada pemilu DPRD tingkat kota tahun 2006 menggunakan 2 macam/jenis mesin pemilihan, yaitu Nedap dan Sdu. Mesin pemilihan (E-Voting) milik Nedap menggunakan semacam komputer/laptop yang terdapat terdapat layar dan keyboard. Mesin Sdu lebih kecil daripada Nedap dan mesin Sdu memiliki layar sentuh, bukan tombol yang disediakan oleh Nedap.
Nedap ES3b voting computer |
Penerapan E-Voting di Belanda ternyata berhenti pada pemilu lokal tahun 2006. Setahun setelahnya yaitu tahun 2007 pemerintah Belanda menyatakan melarang penerapan E-Voting di seluruh negeri Belanda. Parlemen Belanda akhirnya mencabut Voorwaarden en goedkeuring stemmachine yang dikeluarkan tahun 1997. Pencabutan peraturan tahun 1997 dan pelarangan terhadap penerapan E-Voting di Belanda disebabkan karena pengadilan di Amsterdam, Belanda memenangkan gugatan yang diajukan oleh aktivis gerakan kampanye “We do not trust Voting Computers ”.
Penerapan E-Voting dan E-Counting di Philipina
Philipina adalah negara tetangga paling dekat yang telah menerapkan teknologi dan informasi dalam proses pemilu, khususnya pada tahapan pemungutan dan peghitungan suara. Philipina pertama kali menerapkan IT dalam tahapan pemungutan dan penghitungan suara pada pemilu tahun 2010. Dalam persiapan penyelenggaraan Pemilu di Bulan Mei 2010, KPU Philipina (COMELEC) mengeluarkan instruksi umum tentang pelaksanaan pemungutan suara, penghitungan suara, dan pengiriman hasil suara di TPS. Prosedur lainnya, termasuk pengaturan sengketa hasil E-Voting juga dikeluarkan.COMELEC memilih PCOS (system e-voting Philipina) untuk digunakan pada pemilu 2010. Sistem PCOS adalah system penghitungan suara yang berdasarkan pada teknologi OMR (Optical Mark Recognation). Setiap mesin PCOS dilengkapi dengan sebuah memory card dan iButton, sehingga hanya surat suara tertentu dari sebuah TPS yang bisa discan. Surat suara yang telah diberi tanda oleh pemilih dimasukkan kedalam mesin PCOS untuk discan. Mesin PCOS ini membaca tanda yang dibuat oleh pemilih. ketika TPS ditutup. Mesin PCOS mencetak laporan hasil pemungutan suara di TPS tersebut dengan informasi jumlah suara setiap calon dan mengirimkan hasil tersebut ke kantor tabulasi suara di tingkat kota/kabupaten, dengan demikian pemilu di Philipina masih menggunakan surat/kertas suara. Pemilih datang ke TPS kemudian diberi surat suara dan pemilih memberikan tanda pilihannya di surat suara yang telah disediakan.
Mesin PCOS milik COMELEC Philipina |
KPU Philipina juga mengimplementasi rekapitulasi atau tabulasi hasil suara secara electronic (E-Rekap). Sistem E-Rekap yang diterapkan disebut CCS (Consolidating/Canvassing System). Sistem CCS ini bekerja menjumlahkan atau melakukan rekapitulasi data yang berasal dari mesin-mesin PCOS di semua TPS. Aplikasi CCS ini diimplementasikan atau dilakukan di tingkat kabupaten/kota, provinsi dan nasional. CCS di tingkat kabupaten/kota melakukan penjumlahan terhadap hasil suara dari PCOS di wilayahnya kemudian mengirimkan rekapitulasi tingkat kabupaten/kota ke CCS tingkat provinsi dan tingkat nasional.
Penerapan E-Counting dengan mesin PCOS ini oleh sebagian kalangan dianggap tidak sukses. Bahkan salah satu pemantau pemilu yang sangat berpengaruh di Philipina, AES, menyebut pemilu 2013 sebagai pemilu “ teknologi dan bencana politik” karena beberapa kontroversi yang menyelimuti penyelenggaraan Pemilu tahun 2013.
Penerapan E-Voting dan E-Counting Brazil
Pada tahun 2000 Brazil menjadi negara satu-satunya yang telah mengimplementasikan E-Voting di seluruh wilayah negaranya dan sejak itu Brazil menjadi negara terdepan dalam penggunaan E-Voting. E-voting pertama kali diperkenalkan di Brazil pada tahun 1996 pada pemilu lokal di Kota Santa Catarina. Setelah itu diperkenalkan pada penyelenggaraan pemilu nasional pada tahun 1998, dan pada pemilu selanjutnya di tahun 2000, 2002, 2004 dan seterusnya E-Voting menjadi satu-satunya sistem untuk pemungutan suara. Menurut ACE Project, asal mula penerapan E-Voting di Brazil dimulai pada tahun 1985 ketika Penyelenggara Pemilu Brazil, Mahkamah Agung Pemilu Brazil (Supreme Electoral Court), menggunakan data base pemilu secara komputerisasi. Pada tahun 1986, Pemerintah Brazil melakukan feasibility study terhadap penggunaan teknologi E-Voting. Latar belakang dari penerapan E-Voting di Brazil antara lain aspek pertumbuhan ekonomi dan aspek pencegahan tindak kecurangan hasil pemilu. Mesin E-Voting yang saat ini digunakan di Brazil dikembangkan pada tahun 1995 sebelum digunakan pada pemilu lokal di Santa Catarina.Yang menarik dari Mesin E-Voting Brazil ini adalah mesin ini digunakan untuk beberapa tujuan antara lain; identifikasi pemilih, proses pemungutan suara, dan penghitungan suara. semua partai politik peserta pemilu memiliki akses terhadap program mesin E-Voting untuk kegunaan audit. Mesin E-Voting di Brazil mendapatkan sambutan dan penerimaan yang luas dari masyarakat Brazil karena mesin ini berhasil mempercepat proses penghitungan suara secara menakjubkan dan membantu mencegah kecurangan pemilu. Mesin E-Voting Brazil sudah mengadopsi teknologi papper trail (VVPAT). Akan tetapi beberapa tahun terakhir paper trail ini mulai ditinggalkan karena persoalan teknis terkait dengan mesin cetaknya. Tidak digunakannya paper trail ini sering menjadi sasaran kritik karena audit hasil pemilu sulit dilakukan.
Mesin E-Voting yang digunakan di Brazil ini merupakan sebuah mikro komputer yang didesain khusus untuk kepentingan pemilu. Secara fisik mesin ini kuat, berukuran kecil, ringan, tidak bergantung pada suplay listrik karena menggunakan baterai, dan memiliki beberapa pengaman. Mesin E-Voting ini memiliki 2 bagian,yaitu panel kontrol yang dioperasionalkan oleh petugas TPS dan panel pemungutan suara untuk pemilih. Panel Kontrol untuk petugas TPS memiliki keypad yang terdiri dari angka-angka dimana dengan keypad ini petugas mencatat nomor pendaftaran pemilih. selain ada keypad, terdapat layar yang menampilkan nama pemilih ketika nomor pemilih telah diinput. Panel ini juga memiliki fitur identifikasi pemilih dengan teknologi biometric.
E-Voting dianggap tidak aman karena teknologi e-voting tidak menjamin terjadinya eror di dalam mesin. Selain itu, hasil pemilu bisa dimodifikasi seperti halnya memodifikasi software di dalam mesin e-voting. Modifikasi software dalam mesin ini sulit untuk dideteksi. Kritik yang tajam lainnya adalah nilai investasi pemerintah Brazil untuk teknologi E-Voting jumlahnya jauh melebihi investasi untuk kebutuhan masyarakat yang lebih urgent yaitu di bidang kesehatan, pendidikan, dan kebutuhan mendasar lainnya untuk masyarakat miskin.
Penerapan E-Voting dan E-Counting Amerika Serikat
Pengaturan penyelenggaraan pemilu di Amerika diserahkan kepada pemerintah negara bagian dan pemerintah daerah. Tidak ada sebuah penyelenggara pemilu di tingkat nasional/federal yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pemilihan tingkat nasional. Ada sebuah lembaga yang disebut sebagai Federal Election Commission (FEC) yang bertugas hanya sebatas mengatur dan menegakkan undang-undang mengenai pembiayaan kampanye, penegakkan hukum yang terkait batasan dan larangan kontribusi pembiayaan kampanye, dan mengawasi pendanaan public untuk pemilihan presiden. Di tingkat negara bagian, sebagian besar, tanggungjawab penyelenggaraan pemilihan di pundak seorang pejabat negara bagian, biasanya sekretaris negara bagian atau wakil gubernur negara bagian. Penyelenggara pemilu sebenarnya di Amerika adalah di tingkat pemerintah lokal yang disebut Local Election Office (LEO).Pada Pemilu tahun 2008 58% pemilih menggunakan surat suara dengan teknologi scan optic, yaitu pemilih memberikan tanda pada surat suara, 30% pemilih menggunakan mesin E-Voting, dan 11% menggunakan bentuk teknologi lainnya termasuk memberikan lubang dengan mesin tuas. Pada pemilu terakhir tahun 2012 terdapat 3 jenis utama teknologi dalam pemberian suara yaitu; 1) menggunakan kertas suara yang dihitung secara elektronik, 2) surat suara elektronik, 3) alat elektronik pemberi tanda pada surat suara. Untuk pemilih yang menggunakan surat suara, pemilih menghitamkan tanda kotak/oval yang berada di sebelah kiri nama calon dengan pencil atau ballpoint yang akan dipilih untuk masing-masing pemilihan pada satu surat suara yang diberikan. Surat-surat suara yang telah diberi tanda hitam oleh pemilih tersebut kemudian discan dengan mesin scanner.
Penerapan E-Voting dan E-Counting di Australia
Pemungutan suara dengan menggunakan mesin tidak pernah digunakan di pemilu nasional Australia. Mesin pemilihan pernah di uji coba di negara bagian Victoria (2006, 2010) dan Canberra (2012). Komite parlemen telah dibentuk untuk melaksanakan penelitian yang komperhensif terkait proses pemungutan suara elektronik. Laporan komite mengatakan bahwa besarnya biaya yang dibutuhkan untuk memastikan pemungutan suara berlangsung secara aman dan transparan menutup kemungkinan untuk menerapkan mesin tersebut secara luas di setiap TPS. Walaupun tidak diimplementasi secara nasional, Komisi Pemilihan di negara bagian Victoria dan Australian Capital Territory (ACT) menerapkan teknologi untuk menghitung suara dan mengarsip surat suara. Komisi Pemilihan ACT merekomendasikan proses scanning karena tingkat akurasi yang dimiliki dalam menghitung suara. Petugas ACT akan melakukan scanning terhadap kertas suara yang ditulis oleh masyarakat dan suara akan terbaca oleh Intelegent Character Recognition software. Proses scanning yang dilakukan di negara bagian ACT sedang dipertimbangkan oleh Komisi Pemilihan Australia untuk diterapkan. Komisi pemilihan Australia sedang mempertimbangkan aspek biaya dan pada tahapan apa scanning akan dilaksanakanPenerapan E-Voting dan E-Counting di Jerman
Jerman pertama kali memperkenalkan E-Voting pada tahun 1998 dalam pilot projectnya di Kota Collogne. Setelah pilot project yang dilakukan di kota Collogne dianggap berhasil, pada tahun 1999 penggunaan E-Voting digunakan secara masal/menyeluruh di Kota Collogne pada saat pemilihan anggota parlemen Eropa. Pada tahun-tahun berikutnya lebih banyak lagi kota-kota yang menggunakan mesin E-Voting dalam proses pemilu. Pada tahun 2002, 29 kota telah menggunakan mesin E-Voting ini dalam pemilihan Anggota DPR (Bundestag). Mesin yang digunakan adalah mesin layar sentuh yang diproduksi oleh perusahaan Belanda, NEDAP.Pada pemilu nasional tahun 2005 tidak kurang dari 2 juta pemilih di Jerman menggunakan mesin E-Voting untuk menentukan pilihannya di bilik suara. opini masyarakat Jerman terhad ap mesin E-Voting saat itu sangat positif karena mesin E-Voting mudah digunakan oleh pemilih dan penyelenggara pemilu di TPS, dan mengurangi jumlah panitia pemungutan suara di setiap TPS. Akan tetapi setelah Pemilu tahun 2005 berakhir 2 (dua) orang pemilih membawa kasus ke Mahkamah Konstitusi Jerman setelah laporan keberatannya penyelenggara pemilu tidak ditanggapi dengan baik. 2 orang pemilih ini berpendapat di hadapan MK bahwa pengunaan mesin E-Voting tidak konstitusional dan mesin E-Voting sangat terbuka peluang untuk dihack. Sehingga hasil dari Pemilu 2005 diragukan legitimasinya.
MK mengabulkan permohonan 2 pemilih tersebut dan menyatakan bahwa mesin E-Voting yang dipergunakan adalah inkonstitusional. Alasan yang disampaikan oleh MK adalah proses pemilu harus terbuka untuk publik dan semua tahapan pemilu harus memberikan peluang adanya pengawasan dari masyarakat. Penggunaan mesin E-Voting dimana mesin ini mencatat pilihan pemilih secara otomatis dan mengetahui hasil pemilu secara elektronik akan sesuai dengan konstitusi hanya jika proses pencatatan suara pemilih dan hasil pemilu dapat dipahami oleh publik tanpa membutuhkan pengetahuan khusus. Dampak yang lebih luas lagi dari mesin E-Voting ini adalah kemungkinan terjadinya eror pada mesin atau kecurangan pemilu yang disengaja melalui mesin.
Sumber:
- article dikutip dari hasil kajian penerapan teknologi informasi yang diselenggarakan oleh KPU RI.
- http://www.aph.gov.au/Parliamentary_Business/Committees/Joint/Electoral_Matters/2013_General_Election/Second_Interim_Report.
- http://aceproject.org/ace-en/focus/e-voting/countries.
- https://en.wikipedia.org/wiki/Philippine_general_election,_2013#Controversies